I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiaran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, ini disebabkan karena keterbatasan kami sebagai manusia biasa yang mungkin luput dari kesalahan. Makalah ini kami susun guna untuk mempermudah mahasiswa mempelajari mengenai “ PERSEPSI TENTANG SEHAT SAKIT DAN PERILAKU SAKIT ’’.
Kami berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, oleh karena itu, demi upaya peningkatan kualitas makalah ini, kami senantiasa mengharapkan konstribusi pemikiran anda, baik berupa kritik maupun saran yang bersifat membangun
Bulukumba, Mei 2011
N.N.V
II
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Persepsi masyarakat tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah selalu obyektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektif dalam menentukan kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat/sakit ini sangatlah di pengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsure sosial budaya.
Secara ilmiah penyakit di artikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit fenomena subjektif ini di tandai dengan perasaan tidak enak. Selama sesorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang itu masih di katakan sehat. Batasan ‘sehat’ yang di berikan oleh organisasi kesehatan se-dunia “(WHO)” adalah “ a state of complete physical, mental and social wellbeing ” ( WHO, 1981:38 ). Dari batasan ini jelas terlihat bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi mental dan social seseorang.
Dinegara-negara seperti Indonesia masih ada satu tahap lagi yang di lewati banyak penderita sebelum mereka datang ke petugas kesehatan, yaitu pergi berobat ke dukun atau ahli-ahli pengobatan tradisional lainnya ( Jordaan.1985 ; Sarwono.1992 ; Slamet-Velsink.1992 ). Dengan demikian makin parahlah keadaan penderita jika akhirnya meminta pertolongan seorang dokter, oleh sebab itu petugas kesehatan perlu menyelidiki persepsi tersebut sampai berkembang sedemikian rupa dan setelah itu mengusahakan mengubah persepsi tersebut agar mendekati konsep yang lebih objektif. Dengan cara ini maka penggunaan sarana kesehatan diharapkan dapat lebih di tingkatkan.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Menyebutkan pengertian perilaku Sakit !
2. Apakah factor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit ?
3. Sebutkan tahap-tahap individu berproses !
III
V
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN PERILAKU SAKIT
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri (personal hygiene), penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat ini di perlihatkan oleh individu-individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat. Penilaian medis bukanlah merupakan satu-satunya kriteria yang menentukan tingkat kesehatan sesorang. Banyak keadaan di mana individu dapat melakukan fungsi sosialnya secara normal padahal secara medis menderita penyakit. Sebaliknya, tidak jarang pula individu merasa terganggu secara sosial psikologis padahal sacara medis mereka tergolong sehat. Penilaian individu terhadap status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sehat jika dia merasa dirinya sakit. Orang yang berpenyakit, belum tentu mengakibatkan perubahan perannya dalam masyarakat, sedangkan orang sakit biasanya akan menyebabkan perubahan perannya dalam lingkungan keluarga atau masyarakatnya. Orang yang sakit tidak dapat menjalankan tugas-tugasnya dilingkungam kerja dan keluarganya sehingga fungsinya itu harus di gantikan oleh orang lain. Kadang-kadang peranan orang yang sakit itu sedemikian luasnya sehingga peran yang di tinggalkannya itu tidak cukup di gantikan oleh satu orang saja melainkan harus digantikan oleh beberapa orang. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan perubahan dalam system social/lingkungan yang langsung berhubungan dengan si sakit. Dalam kehidupan sosial, orang-orang yang tergolong “medically iII” dan “martyr” dapat lebih mudah di terima oleh anggota masyarakat sebab penyakit mereka tidak mengganggu interaksi social mereka. Sebaliknya, orang akan merasa terganggu bila berhubungan dengan “hypochondriacal” atau “socially iII”.
B. FAKTOR YANG MENYEBABKAN ORANG BEREAKSI
Faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit, antara lain :
· Dikenakannya atau dirasakannya gejala-gejala/tanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa.
· Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya.
· Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja dan dalam kegiatan sosial lainnya.
· Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.
· Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu (susceptibility atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit itu)
IV
B. FAKTOR YANG MENYEBABKAN ORANG BEREAKSI
Faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit, antara lain :
· Dikenakannya atau dirasakannya gejala-gejala/tanda-tanda yang menyimpang dari keadaan biasa.
· Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya.
· Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja dan dalam kegiatan sosial lainnya.
· Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.
· Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu (susceptibility atau kemungkinan individu untuk diserang penyakit itu)
· Informasi, pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu.
· Perbedaan interprestasi terhadap gejala yang dikenalnya
· Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku mengatasi gejala sakit itu.
· Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tersebut, tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut, dsb).
Dari faktor-faktor di atas dapat dibuat kategorisasi faktor pencetus perilaku sakit, yaitu faktor persepsi yang dipengaruhi oleh orientasi medis dan sosial-budaya; faktor intensitas gejala (menghilang atau terus menetap); faktor motivasi individu untuk mengatasi gejala yang ada; serta faktor sosial psikologis yang mempengaruhi respon sakit.
C.TAHAP-TAHAP INDIVIDU BERPROSES.
Dalam menentukan reaksi/tindakannya sehubungan dengan gejala penyakit yang dirasakannya, menurut Suchman individu berproses melalui tahap-tahap berikut ini :
a) Tahap pengenalan gejala. Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya dalam keadaan sakit yang ditandai dengan rasa tidak enak dan keadaan itu dianggapnya dapat membahayakan dirinya.
b) Tahap asumsi peranan sakit. Karena merasa sakit dan memerlukan pengobatan, individu mulai mencari pengakuan dari kelompok acuannya (keluarga, tetangga, teman sekerja)tentang sakitnya itu dan kalau perlu meminta pembebasan dari pemenuhan tugas sehari-harinya.
c) Tahap kpntak dengan pelayanan kesehatan. Disini individu mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalamannya atau dari informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemanjuran sarana tersebut. Perlu diperhatikan bahwa kecenderungan menggunakan perawatan tradisional tidak hanya terdapat di Negara-negara berkembang. Masyarakat Negara majupun mengenal system kesehatan alternatif (alternative medicine) yang banyak menggunakan ramuan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan obat dan menggunakan teknik pengobatan yang berbeda, seperti melalui meditasi, akupunktur, home opathi serta pencapaian keseimbangan fisik dan psikis (Patel,1978)
d) Tahap ketergantungan si sakit. Individu memutuskan bahwa dirinya, sebagai orang yang sakit dan ingin disembuhkan, harus menggantungkan diri dan pasrah kepada prosedur pengobatan. Dia harus mematuhi perintah orang yang akan menyembuhkannya agar kesembuhan itu cepat terca-pai.
e) Tahap penyembuhan atau rahabilitasi. Pada tahap ini si sakit memutuskan untuk melepaskan diri dari peranan sebagai orang sakit. Hal ini terjadi karena dia sudah sehat kembali dan dapat berfungsi seperti sediakala. Kadang-kadang terjadi bahwa sebagai akibat dari penyakitnya itu individu menjadi cacat. Dalam hal ini dia tetap melepaskan diri dari perannya sebagai orang sakit dan berusaha memulihkan fungsi sosialnya meskipun tidak optimal. Peran sakit seorang individu memiliki dampak timbal balik dengan lingkungannya dan seperti disebutkan pada awal bab ini, komunitas yang sistem sosialnya memberikan dukungan terhadap orang sakit akan mendorong anggota masyarakat untuk lebih cepat mengeluh sakit dan memenfaatkan dukungan sosial ini bagi kepentingan sendiri.
V
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang.
B.SARAN
Kita sebagai anggota masyarakat harus mengubah persepsi kita tentang sehat dan sakit agar mendekati konsep yang lebih objektif dan menggunakan sarana kesehatan sesuai yang diharapkan.
J
Makasih ya atas informasinya sangat bermanfaat sekali
BalasHapusManfaat daun sirih